THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Jumat, 10 Oktober 2008

BAB III

BAB III

BAHAN DAN METODE PENELITIAN


3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Pemilihan tempat penelitian didasarkan pada purposive random sampling dengan menetapkan kriteria lokasi yang sudah ditentukan (Supranto, 2000 dan Sugiyono, 2003). Purposive random sampling merupakan salah satu teknik nonprobability sampling yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik penentuan sampel dilakukan dengan pertimbangan tertentu.

Kriteria tersebut adalah (1) tersedianya induk sapi perah rakyat milik anggota Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang Kabupaten Bandung Barat yang sudah mengenakan nomor telinga, (2) induk sapi perah rakyat dialokasikan sesuai Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) yang terdapat di Kampung Pojok Desa Sukajaya dan Kampung Keramat Desa Cikahuripan serta sebagian di Kampung Pasir Wangi Desa Gudang Kahuripan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat sehingga memudahkan pelayanan serta pengawasan (Lampiran 7) dan (3) pelaksanaan pemeliharaan induk sapi perah dan pelayanan reproduksi relatif sama.

Adapun tempat dan waktu penelitian adalah:

  1. Wilayah kerja peternak rakyat anggota Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat dengan Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Keramat dan Pojok yang meliputi kegiatan :
    • Januari – Mei 2005 prapenelitian yang meliputi pengelompokkan induk sapi perah berdasarkan paritas partus serta pengamatan sistem dan pelaksanaan pemeliharaan induk sapi perah.
    • Juni 2005 – April 2006 untuk kegiatan penelitian yang meliputi pengamatan pengeluaran plasenta dan lochia, pengambilan darah untuk pemeriksaan glukosa darah, pengamatan estrus pertama pasca partus, pengamatan involusi uteri, pengamatan estrus kedua yang diikuti inseminasi pertama pasca partus dan pengambilan darah untuk pemeriksaan nitrogen urea darah, inseminasi kedua dan ketiga serta pengambilan darah untuk pemeriksaan nitrogen urea (jika induk sapi kembali estrus pasca inseminasi pertama atau kedua).
  1. Laboratorium Balai Inseminasi Buatan Lembang Bandung pada bulan Agustus 2005. Rangkaian pengujian kualitas semen yang dilakukan adalah motilitas, gerak dan konsentrasi spermatozoa.
  2. Laboratorium Klinik Prodia di jalan Wastu Kencana Bandung dari Juni 2005 – April 2006. Rangkaian penelitian yang dilakukan meliputi analisis glukosa darah dan nitrogen urea darah.
  3. UPTD Balai Pengujian Sarana Produksi Peternakan Cikole Lembang Bandung dari Maret – April 2006. Kegiatan penelitian yang dilakukan adalah analisis proksimat bahan pakan hijauan campuran, konsentrat dan onggok singkong.

3.2. Bahan dan Alat Penelitian

3.2.1. Bahan Penelitian

  1. Ternak Sapi Betina penelitian.

Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah sapi betina Fries Holland (FH) sebanyak 90 ekor yang terdiri dari 30 ekor telah melahirkan satu kali (paritas I); 30 ekor telah melahirkan dua kali (paritas II) dan 30 ekor telah melahirkan tiga kali (paritas III), yang kesemuanya dalam kondisi tubuh sehat dan melahirkan secara normal. Kriteria lain sebagai induk sapi penelitian adalah induk tersebut dimiliki oleh anggota Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang Bandung, induk sapi memiliki nomor telinga yang sah dari KPSBU, pemeliharaan induk sapi yang relatif sama terutama dalam hal pakan hijauan dan konsentrat, pemerahan dua kali sehari dan inseminasi buatan dengan menggunakan semen beku produksi Balai Inseminasi Buatan Lembang Bandung.

  1. Darah.

Darah diambil dari vena coccygea yang ada di daerah pangkal ekor. Sampel darah pertama dikoleksi pada minggu ketiga pasca partus dengan tujuan untuk mengetahui kadar glukosa. Sampel darah kedua dikoleksi pada saat inseminasi buatan atau keesokan harinya dengan tujuan mengetahui kadar nitrogen urea.

  1. Semen beku (straw semen beku).

Semen beku yang digunakan untuk inseminasi buatan adalah semen yang diproduksi oleh Balai Inseminasi Buatan Lembang Bandung (BIB) dan digunakan oleh Inseminator pada waktu penelitian berlangsung. Bangsa sapi yang digunakan adalah Fries Holland (FH) dengan nama pejantan yaitu Bayu (30185). Berdasarkan hasil pengujian mutu semen di Balai Inseminasi Buatan Lembang Bandung (BIB) terhadap semen yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pejantan Bayu (30185) memiliki tingkat motilitas 50%; nilai gerak 3 dan nilai konsentrasi 30.375.000 sperma/dosis. Rekomendasi Balai Inseminasi Buatan Lembang Bandung menyatakan bahwa semen beku dari Bayu dinyatakan “Layak IB”. Hal ini didasarkan pada standar minimal tingkat motilitas 40%, nilai gerak 3 dan nilai konsentrasi 25.000.000 sperma/dosis.


3.2.1.1. Bahan (Zat Kimia)

  1. Natrium Floride (NaF) yang terdapat di dalam tabung koleksi darah untuk uji glukosa berfungsi untuk mencegah pembekuan darah.
  2. Nitrogen cair (250 ml), digunakan untuk memelihara semen tetap beku selama transportasi ke lapangan.
  3. Reagen jenis R1 Buffer/ATP/NADP dan R2 HK/G6PDH dengan nomor katalog 1447513 yang digunakan untuk analisis glukosa darah.
  4. Reagen jenis R1 Buffer/NADH (CAPSO buffer pH 9,65, NADH) dan R2 Buffer/NADH (BICIN buffer pH7,6, urease, dextron linked GLDH, α-ketoglutorate) dengan nomor katalog 1489364 untuk analisis nitrogen urea darah.


3.2.2. Peralatan Penelitian

  1. Tabung venoject (3ml) yang berisi NaF sebanyak 90 buah, digunakan untuk menampung plasma darah sapi yang diambil dari vena coccygea pangkal ekor untuk pemeriksaan glukosa.
  2. Tabung venoject sebanyak 150 buah, digunakan untuk menampung serum darah sapi yang diambil dari vena coccygea pangkal ekor untuk pemeriksaan nitrogen urea.
  3. Thermos nitrogen cair (250 ml) sebanyak 1 buah untuk membawa semen beku.
  4. Perangkat inseminasi buatan (1 set) yang terdiri dari insemination gun, plastic sheath, gunting dan catatan pelaksanaan IB, digunakan pada pelaksanaan teknis inseminasi buatan.
  5. Kartu rekording (90 buah), digunakan untuk mencatat data penelitian dan diletakkan di kandang peternak (Lampiran 7 dan 8).
  6. Tali plastik (5 rol), digunakan untuk menggantung kartu rekording di kandang peternak.
  7. Pita ukur buatan Nasco, Wisconsin, USA, khusus sapi perah, digunakan untuk menentukan bobot badan (pound) induk sapi berdasarkan lingkar dada (inchi). Satuan bobot badan akan dikonversikan menjadi 1 pound = 0,454 kg dan lingkar dada 1 inchi = 2,5 cm.
  8. Sistem analisis otomatis Hitachi 917 yang berisi tabung sampel, clinipette, rak sampel dan cobasmira, digunakan untuk analisis nitrogen urea darah.
  9. Sistem analisis otomatis Hitachi 911 yang berisi tabung sampel Hitachi, clinipette, photometer, rak sampel, cobasmira, digunakan untuk analisis glukosa darah.


3.3. Sistem dan Pelaksanaan Pemeliharaan Ternak

3.3.1. Kandang

Kandang induk sapi perah umumnya beratapkan genteng dan dibuat secara semi permanen dengan tipe one row plan artinya tipe kandang satu baris (Gambar 3). Kandang memiliki ukuran panjang berkisar antara 1,60-1,70 meter dan lebar 1,30-1,40 meter. Ruangan kandang untuk setiap ekor sapi umumnya dibatasi dinding yang terbuat dari kayu atau dinding batu bata dilapisi semen setinggi sekitar 0,5 – 1,0 meter. Sedangkan di bagian muka kandang sapi dibentangkan besi atau kayu yang berfungsi sebagai penambat tali yang diikatkan pada leher sapi. Lantai kandang untuk setiap induk sapi ada yang terbuat dari (1) semen yang dialasi dengan karpet karet, (2) semen yang dialasi papan dan (3) semen saja tanpa dialasi karpet atau papan. Tempat pakan untuk hijauan dibuat dari kayu atau dinding batu bata yang dilapisi semen. Fasilitas tempat pakan konsentrat dan minum adalah berupa ember.



Gambar 3. Kandang induk sapi dengan tipe one row plan.

Kebersihan kandang secara menyeluruh dilakukan setiap hari antara pukul 05:00-06:00 dan 14:30-15:30 WIB. Sedangkan ternak sapi dimandikan bersamaan dengan membersihkan kandang.

3.3.2. Pakan

Penyusunan ransum ternak sapi perah rakyat tidak disesuaikan berdasarkan kebutuhan hidup pokok dan produksi tetapi sesuai dengan kondisi pakan yang tersedia di lapangan saat itu terutama hijauan. Hijauan pakan yang diberikan merupakan hijauan campuran antara rumput Raja (Pennisetum purpurephoides), rumput lapangan, limbah daun dari tanaman labu Siam (Sechium edule) dan batang pohon pisang serta limbah daun ubi jalar. Sedangkan pakan konsentrat diberikan dalam bentuk campuran konsentrat yang terdiri dari bahan-bahan ampas kecap, pollard, dedak halus, onggok singkong kering, bungkil kapuk, bungkil kelapa, mineral dan CaCO3 yang diproduksi oleh Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara. Selanjutnya konsentrat tersebut akan dicampur dengan onggok singkong (basah) dan air secukupnya pada saat pemberian pakan.

Dari hasil analisis proksimat terhadap jenis pakan yang diberikan, dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Analisis Proksimat Bahan Pakan Hijauan Campuran dan Konsentrat yang Diberikan Pada Induk Sapi Perah Pasca Partus, 2006.

No.

Bahan Pakan

Air (%)

BK (%)

Abu (%)

Protein Kasar (%)

Lemak Kasar (%)

Serat Kasar (%)

Ca (%)

P

(%)

1.

Hijauan Campuran *

56,43

43,57

17,12

15,02

6,65

30,85

0,11

0,07

2

Konsentrat *

6,30

93,70

14,39

11,66

11,02

37,24

0,98

0,20

3.

Onggok Singkong *

85,16

14,84

1,01

2,21

3,82

13,46

0,14

0,20

Keterangan: (*) Analisis Proksimat Bahan Pakan dilakukan di UPTD Balai Pengujian Sarana Produksi Peternakan Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat di Cikole Lembang Bandung.

Perhitungan konsumsi yang didasarkan pada kondisi kebutuhan zat makanan induk sapi pasca partus dapat dilihat pada Tabel 2.


Tabel 2. Rataan Kebutuhan dan Konsumsi Bahan Kering, Protein Kasar, Serat Kasar, Ca dan P Induk Sapi Perah Pasca Partus di Lembang, 2006.

No.

Zat Makanan

Kebutuhan (kg) *

Rataan Konsumsi (kg)

Kelebihan/Kekurangan Konsumsi (kg)

1.

Bahan Kering

13,50

28,00

14,50

2.

Protein Kasar

2,57

3,94

1,37

3.

Serat Kasar

4,05

8,89

4,84

4.

Calsium

0,15

0,08

(0,07)

5.

Phosphor

0,06

0,03

(0,03)

Keterangan: Pakan yang diberikan teridiri dari Hijauan Campuran 50 kg/hari, Konsentrat 6 kg/hari dan Onggok Singkong 4 kg/hari. Rataan bobot tubuh adalah 450 kg; rataan produksi susu 20 liter/hari dan kadar lemak 3,0%.

*) Block dan Sanchez. 2005. Guidelines for nutrient spesifications in the total ration dry matter for transition postpartum cows.Kebutuhan BK 3,0% dan SK 0,9% dari bobot tubuh. Kebutuhan PK 19%; Ca 1,1% dan P 0,45% dari BK.

Hasil penelitian mutakhir Block dan Sanchez, (2005) mengemukakan bahwa kebutuhan zat makanan induk sapi perah yang bersumber pada bahan pakan lebih didasarkan pada kondisi prepartus dan pasca partus. Kebutuhan konsumsi bahan kering (dry matter intake) induk prepartus pada minggu pertama kering kandang sekitar 2% dari bobot tubuh tetapi 7-10 hari sebelum partus hanya 1,4% dari bobot tubuh dan pada pasca partus diperlukan 2,5-3,0% dari bobot tubuh. Berdasarkan Tabel 2. bahwa konsumsi bahan kering yang bersumber dari hijauan campuran, konsentrat dan onggok singkong untuk induk sapi pasca partus sudah melebihi dari yang dibutuhkan oleh induk. Kebutuhan bahan kering induk sapi pasca partus sebesar 3% dari bobot tubuh (rataan bobot tubuh 450 kg). Rataan konsumsi bahan kering mencapai 28,00 kg sedangkan kebutuhan hanya 13,50 kg sehingga terjadi kelebihan konsumsi sebesar 14,50 kg bahan kering. Konsumsi protein kasar dan serat kasar juga mengalami kelebihan masing-masing sebesar 1,37 kg dan 4,84 kg. Namun kondisi tersebut sangat berfluktuasi bergantung pada kesinambungan persediaan pakan terutama hijauan, sedangkan pakan konsentrat yang diberikan terhadap induk relatif konstan. Dari hasil perhitungan antara kebutuhan dan konsumsi zat makanan menunjukkan adanya kelebihan konsumsi terutama terhadap bahan kering, protein kasar dan serat kasar masing-masing sebesar 14,50 kg, 1,37 kg dan 4,84 kg. Namun kondisi bahan pakan terutama hijauan pada usaha peternakan rakyat sangat tidak stabil baik kualitas maupun kuantitas bergantung musim dan ketersediaan lahan sehingga kelebihan zat makanan yang terjadi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap performan produksi susu dan reproduksi. Hasil penelitian Drackley (2004) menunjukkan bahwa induk pasca partus mengalami penurunan konsumsi bahan kering sebesar 10-30% sehingga kelebihan konsumsi bahan kering akan memperkecil kesenjangan keseimbangan energi. Walaupun konsumsi kalsium dan phosphor yang bersumber dari hijauan dan konsentrat kurang dari jumlah yang dibutuhkan, kadang-kadang peternak juga memberikan tambahan mineral untuk mencegah gangguan tubuh akibat kekurangan mineral.

3.3.3. Pemerahan

Pemerahan sapi perah di daerah penelitian dilakukan sehari dua kali yaitu pada pukul 04:00-05:00 dan 15:00-16:00 WIB. Pemerahan dilakukan oleh anggota keluarga peternak sendiri atau petugas kandang yang bekerja di keluarga peternak. Proses pemerahan dilakukan secara manual dengan menggunakan tangan dan air susu hasil pemerahan ditampung ke dalam ember plastik/ember karet. dan selanjutnya dimasukkan ke dalam milk can atau tetap di dalam ember untuk selanjutnya dibawa menuju Tempat Penampungan Susu yang sudah ditentukan guna dilakukan pemeriksaan dan pencatatan terhadap jumlah susu yang diserahkan, uji berat jenis, uji alkohol dan pengambilan sampel susu untuk pemeriksaan total solid, titik beku dan total kuman sebagai dasar penentuan pembayaran air susu yang dilakukan setiap 15 hari.

3.3.4. Kesehatan dan Penyakit

Pelayanan kesehatan dilakukan bersamaan dengan pelayanan reproduksi dan inseminasi buatan sehingga Inseminator dapat bekerja dan bertanggungjawab merangkap sebagai Paramedis. Pelayanan kesehatan yang dilakukan meliputi pencegahan penyakit, pengobatan penyakit dan penyuluhan. Untuk mengatasi kasus penyakit yang memerlukan penanganan khusus maka Paramedis dibantu oleh Dokter Hewan sebagai tenaga ahli kesehatan ternak. Proses pelaksanaan pencegahan penyakit didasarkan pada program yang sudah disusun secara berkala setiap tahun di antaranya pengambilan sampel darah pada setiap sapi untuk mengetahui kemungkinan adanya infeksi bakteri Brucella abortus. Selain itu dilakukan program vaksinasi untuk mencegah wabah penyebaran dan penularan penyakit Anthrax serta pemberian obat cacing terutama cacing hati. Program pencegahan penyakit dan kegiatan penyuluhan dilakukan secara terpadu oleh petugas kesehatan ternak. Pencegahan terhadap penyakit mastitis subklinis yang sangat berpengaruh terhadap produksi susu hanya bersifat penyampaian informasi baik melalui penyuluhan kelompok peternak maupun langsung kepada peternak pada saat Inseminator melaksanakan inseminasi buatan atau penanganan penyakit lainnya.

Sedangkan pengobatan penyakit didasarkan pada laporan peternak yang diterima oleh Paramedis atau Dokter Hewan setiap hari. Penyakit yang langsung ditindaklanjuti di lapangan oleh Paramadis atau Dokter Hewan di antaranya ketosis, milk fever, mastitis klinis, displasia abomasum dan gangguan metabolik lainnya seperti indigesti, kurang nafsu makan serta gangguan reproduksi terutama pemulihan kondisi tubuh pasca partus, retensio secundinarum, endometritis dan distokia.


3.3.5. Pengelolaan Reproduksi

Reproduksi merupakan aktivitas utama dari proses produksi susu karena secara fisiologis induk harus terlebih dulu mengalami partus sebelum proses produksi susu atau laktasi berlangsung. Kegiatan reproduksi yang dilakukan meliputi deteksi estrus, perkawinan sapi dengan inseminasi buatan, pemeriksaan kebuntingan, penanganan partus dan administrasi reproduksi di antaranya pencatatan pelaksanaan perkawinan, pendataan akseptor dan pedet yang baru lahir, pemberian nomor telinga pada pedet betina, penilaian efisiensi reproduksi.

Semen beku yang digunakan saat penelitian berlangsung berasal dari pejantan unggul (proven bull) bangsa sapi Fries Holland yaitu Bayu (30185) produksi Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang Bandung. Semen beku tersebut disimpan di dalam kontainer yang berisi nitrogen cair milik Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara Lembang. Inseminator yang akan melaksanakan inseminasi, menggunakan straw semen beku yang disimpan dalam termos kecil berisi nitrogen cair. Penggunaan straw semen beku produksi BIB Lembang dalam suatu daerah tertentu dilakukan hanya untuk dua tahun sebagai upaya untuk menghindari terjadinya inbreeding.

Pelaksanaan inseminasi buatan, pemeriksaan kebuntingan dan penanganan partus dilakukan berdasarkan informasi peternak yang dilaporkan pada Inseminator melalui pelayanan pesan singkat (SMS) telepon seluler, penyampaian pesan tertulis yang dimasukkan ke dalam kotak laporan d tempat tertentu yang telah disepakati, pesan tertulis di papan pengumuman di Tempat Penampungan Susu. Khusus pelayanan inseminasi buatan dilakukan antara 2-3 jam pasca pelaporan peternak kepada Inseminator karena umumnya induk sapi estrus pada dini hari. Pencatatan dilakukan pada akhir pelayanan inseminasi buatan yang meliputi waktu IB, pejantan (bull) yang digunakan, intensitas estrus, kode batch dan kode pejantan dari semen beku yang digunakan serta jumlah inseminasi yang sudah dilakukan terhadap induk sapi tersebut.. Pengamatan terhadap kemungkinan inseminasi buatan berulang dilakukan dengan cara menunggu laporan peternak pada siklus estrus berikutnya. Apabila dalam rentang waktu 40-60 hari pasca inseminasi buatan terakhir tidak ada laporan dari peternak maka Inseminator akan melakukan pemeriksaan kebuntingan untuk mengetahui keberhasilan hasil inseminasi tersebut. Sedangkan penanganan partus dilakukan sewaktu-waktu apabila terjadi kesulitan pada saat partus. Kelahiran pedet betina akan segera diikuti dengan pemberian nomor telinga sedangkan pedet jantan tidak diberi nomor telinga tetapi hanya dicatat saja karena pedet jantan akan segera dijual. Penilaian keberhasilan inseminasi buatan dilakukan setiap bulan dengan indikator keberhasilan melalui service per conception, conception rate dan calving rate.


3.4. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan terhadap induk sapi perah Fries Holland yang bertujuan mengkaji beberapa performan reproduksi pada berbagai paritas induk pasca partus sehingga days open masing-masing paritas induk dapat diformulasikan berdasarkan performan reproduksi yang memengaruhinya.

Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan di salah satu wilayah kerja Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara Lembang yaitu Desa Pojok, Desa Kahuripan dan Desa Gudang Kahuripan Kecamatan Lembang. Daerah tersebut memiliki kondisi pemeliharaan sapi perah yang relatif seragam. Mengingat perlakuan dari penelitian ini adalah paritas induk dan kondisi paritas melekat pada induk sapi tersebut maka penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu (quasi experiment) di lapangan dengan perlakuan paritas induk dan induk sapi sebanyak 30 ekor sebagai ulangan untuk setiap paritasnya.


3.4.1. Teknik Penarikan Sampel

Kerangka pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive Random Sampling berdasarkan paritas induk kesatu, kedua dan ketiga (Supranto, 2000). Populasi sapi yang diambil adalah dara bunting, induk paritas kesatu dan induk paritas kedua dengan cara melakukan sensus semua sapi dara bunting dan induk bunting yang mempunyai umur kebuntingan 7-9 bulan yang ada di lokasi penelitian. Dari hasil sensus tersebut diperoleh 110 ekor sapi yang terdiri dari dara bunting , induk paritas kesatu dan induk paritas kedua yang semuanya dalam kondisi umur kebuntingan 7-9 bulan. Berdasarkan Tabel Krecjie maka untuk jumlah populasi sebanyak 110 ekor dibutuhkan sampel minimal 86 ekor sapi (dibulatkan 90 ekor) (Sugiyono, 2003) (Lampiran 1). Dari jumlah populasi tersebut diambil secara acak sebanyak 90 ekor dengan perincian masing-masing 30 ekor dara bunting, induk paritas kesatu dan induk paritas kedua yang mempunyai umur kebuntingan 7-9 bulan.


3.4.2. Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan yaitu prapenelitian dan tahap penelitian.

Tahap prapenelitian meliputi:

  1. Inventarisasi Ternak Sapi Perah. Inventarisasi dilakukan terhadap induk sapi yang sedang dalam kondisi bunting (7-9 bulan) yaitu dara, induk paritas kesatu dan induk paritas kedua. Ternak tersebut harus dalam kondisi sehat, memiliki nomor telinga yang sah dari KPSBU dan tidak mempunyai catatan kelainan reproduksi (distokia, abortus, mumifikasi dan retensio sekundinarum).
  2. Pengelompokkan Induk Sapi Perah. Pengelompokkan induk didasarkan pada induk paritas kesatu, kedua dan ketiga. Induk sapi yang termasuk dalam kelompok akan diberikan kartu rekording penelitian yang digantung pada dinding kandang.
  3. Sistem dan Pelaksanaan Pemeliharaan Sapi. Pengamatan dilakukan terhadap kegiatan yang bersifat rutin di antaranya membersihkan kandang, memandikan induk, pemerahan, pakan sapi (jenis, jumlah dan waktu pemberian), identitas sapi (nomor telinga induk dan pedet betina), pelaksanaan inseminasi buatan, penanganan penyakit, sistem pencatatan dan produksi susu (jumlah dan kualitas).

Tahap Penelitian meliputi:

A. Penelitian Lapangan yaitu melakukan pengamatan terhadap beberapa performan reproduksi di antaranya (1) periode pengeluaran plasenta, (2) periode pengeluaran lochia, (3) estrus pertama pasca partus, (4) involusi uteri, (5) Intensitas estrus,(6) estrus kedua pasca partus, (7) inseminasi pasca partus, (7) pemeriksaan kebuntingan. Selain itu dilakukan juga pengamatan terhadap skor kondisi tubuh dan bobot tubuh (sebulan sekali) serta produksi susu (seminggu sekali) hingga induk sapi perah mengalami kebuntingan.

B. Penelitian Laboratorium yaitu menganalisis glukosa dan nitrogen urea darah, bahan pakan ternak dan kualitas semen beku yang digunakan untuk inseminasi buatan.


3.4.3. Jenis Pengamatan dan Teknik Pelaksanaan

3.4.3.1. Pengeluaran Plasenta.

Pengamatan pengeluaran plasenta dilakukan sesaat setelah berakhirnya proses partus berlangsung hingga seluruh plasenta keluar dari organ reproduksi.

Proses pengamatan pengeluaran plasenta meliputi:

  1. Melakukan pencatatan waktu partus induk tersebut.
  2. Membiarkan sebagian plasenta menggantung di bagian vulva tanpa memberi perlakuan apapun hingga seluruh plasenta keluar secara normal.\
  3. Melakukan pencatatan jarak waktu proses pengeluaran plasenta (jam).


3.4.3.2. Pengeluaran Lochia.

Lochia merupakan ekskretum cairan yang mengandung runtuhan jaringan uterus yang bercampur dengan mukus, darah, sisa-sisa membran fetus dan cairan fetus yang berwarna merah kecoklatan hingga putih.

Proses pengamatan pengeluaran lochia dimulai sejak berakhirnya pengeluaran plasenta, yaitu:

  1. Mengamati adanya cairan yang bercampur mukus yang menggantung di bagian vulva.
  2. Mengamati adanya ekskretum cairan yang tercecer di lantai kandang.
  3. Mengamati edema pada bagian vulva.
  4. Mengamati berakhirnya pengeluaran lochia yang ditandai oleh cairan yang keluar dari vulva sudah berwarna bening.
  5. Melakukan pencatatan lama waktu berlangsungnya proses pengeluaran lochia (hari).

3.4.3.3. Estrus Pertama Pasca Partus

Pengamatan estrus pertama pasca partus dilakukan berdasarkan:

  1. Mengamati gejala estrus di antaranya keluar lendir transparan dari bagian vulva, vulva agak membengkak dan berwarna merah.
  2. Melakukan palpasi rektal untuk memastikan bahwa induk tersebut estrus dengan meraba cornua uteri yang memberikan kondisi menegang.
  3. Melakukan pencatatan jarak waktu kejadian estrus pertama pasca partus (hari).


3.4.3.4. Involusi Uteri

Involusi uteri adalah kembalinya ukuran dan fungsi uterus dalam kondisi normal sebelum kebuntingan.

Pengamatan involusi uteri dilakukan dua kali seminggu yang didasarkan pada kriteria uterus sebelum kebuntingan, yaitu:

  1. Melakukan palpasi rektal yang mengarah pada:
    • Bifurcatio uteri teraba dengan mudah.
    • Ukuran kornua uteri kanan dan kiri relatif sama besarnya.
  2. Melakukan pencatatan lama waktu involusi uteri berlangsung (hari).

3.4.3.5. Intensitas Estrus

Intensitas estrus atau derajat penampakkan estrus merupakan tanda-tanda yang membedakan penampilan estrus yang ditunjukkan oleh induk sapi.

Pengamatan intensitas estrus dibagi dalam 3 katagori, yaitu:

  1. (+ = 1) berarti tanda-tanda estrus kurang jelas dengan gejala yang terlihat; gelisah, warna vulva agak merah dan bengkak serta hangat tetapi tidak mengeluarkan lendir yang transparan.
  2. (++ = 2) berarti tanda-tanda estrus jelas dengan gejala: gelisah, vulva berwarna merah, agak bengkak dan terdapat lendir transparan.
  3. (+++ = 3) standing estrus artinya induk sapi memperlihatkan tanda-tanda estrus sangat jelas yang diikuti gejala yang jelas: gelisah dan sering melenguh terutama pada malam hari, vulva berwarna merah, agak bengkak dan keluar lendir yang transparan dari bagian vulva.

3.4.3.6. Estrus Kedua Pasca Partus

Pengamatan estrus kedua pasca partus dilakukan berdasarkan:

  1. Mengamati gejala estrus di antaranya keluar lendir transparan dari bagian vulva, vulva agak membengkak dan berwarna merah.
  2. Melakukan palpasi rektal untuk memastikan bahwa induk tersebut estrus dengan meraba cornua uteri yang memberikan kondisi menegang.
  3. Melakukan pencatatan jarak waktu kejadian estrus kedua pasca partus (hari).

3.4.3.7. Inseminasi Buatan dan Pemeriksaan Kebuntingan

3.4.3.7.1. Inseminasi Buatan

Inseminasi adalah upaya mendeposisikan semen ke dalam organ reproduksi induk pada saat estrus. Estrus kedua pasca partus merupakan awal dilakukannya inseminasi buatan (IB) pertama pasca partus. Hal yang dilakukan dalam pengamatan inseminasi pertama pasca partus adalah:

  1. Melakukan penelusuran waktu awal kejadian estrus.
  2. Menentukan waktu inseminasi yaitu 12-18 jam yang dihitung dari awal estrus berlangsung (Gambar 2).
  3. Melakukan inseminasi buatan pada induk sapi yang estrus dengan teknik rektovaginal (Gambar 3), yaitu:
  • Mencairkan semen beku dengan jalan mencelupkan straw tersebut ke dalam air dingin.
  • Memasukkan ke dalam alat inseminasi dengan cara:
  1. menarik keluar sebagian insemination gun guna memberi ruang bagi masuknya straw.ke dalam alat inseminasi.
  2. memasukkan straw ke dalam alat inseminasi dengan posisi sumbat kapas straw berada di ujung alat inseminasi.
  3. melakukan pengguntingan sumbat straw.
  4. memasukkan alat inseminasi yang sudah berisi straw ke dalam plastic sheath dan menguncinya dengan ring yang ada di alat inseminasi.

  • Membasahi tangan kiri yang telah mengenakan sarung tangan dengan air dingin.
  • Melakukan palpasi rektal ke dalam rektum menurut irama peristaltik atau kontraksi dinding rektum. Setelah itu genggam dan fikser cervix oleh ibu jari dan jari tengah, posisi telunjuk ada di antara kedua jari tersebut.
  • Membersihkan vulva apabila ada kotoran kemudian memasukkan alat inseminasi melalui vulva dan vagina dengan tangan kanan dan terus mendorong hingga melewati cervix sampai terasa menyentuh telunjuk sebagai pengontrol posisi 4 (Gambar 3 dan 4).
  • Melakukan deposisi semen pada daerah corpus uteri dengan posisi alat inseminasi berada di anterior cervix (Gambar 4 poin 4 dan Gambar 5).

Gambar 4. Teknik Rektovaginal untuk Inseminasi Induk Sapi


Gambar 5: Skema Alat Kelamin Induk Sapi dengan Posisi Peletakan Semen.


Gambar 6. Pelaksanaan Inseminasi Buatan

  1. Mencatat hasil inseminasi yang meliputi (a) nama peternak, (b) nomor telinga induk sapi yang di inseminasi, (c) waktu inseminasi, (d) nama pejantan, (e) kode pejantan, (f) kode batch, (g) derajat/intensitas estrus, (h) jumlah inseminasi.
  2. Memperkirakan waktu untuk pemeriksaan kebuntingan (40-60 hari pasca inseminasi terakhir) bila tidak kembali estrus.

3.4.3.7.2. Pemeriksaan Kebuntingan

Kebuntingan adalah periode dari mulai terbentuknya konsepsi pasca inseminasi yang terakhir sampai terjadinya kelahiran normal. Pengamatan kebuntingan dilakukan dengan metode palpasi rektal pada 40-60 hari pasca inseminasi terakhir dan induk tidak menampilkan gejala estrus kembali.

Pengamatan yang dilakukan meliputi:

  1. Melakukan palpasi rektal induk sapi pada 40-60 hari pasca inseminasi terakhir, dengan cara melakukan palpasi rektal pada bagian cornua uteri dan bila salah satu dari cornua uteri ukurannya lebih besar berarti induk sapi tersebut dinyatakan positif bunting.
  2. Apabila hasil pemeriksaan kebuntingan menunjukkan negatif maka pengamatan berikut akan mengarah kepada gejala estrus berikutnya untuk segera dilakukan inseminasi yang kedua atau ketiga.
  3. Melakukan pencatatan terhadap rentang waktu dari saat melahirkan hingga IB yang dinyatakan bunting (hari).

3.4.3.7.3. Service per Conception

Pengamatan service per conception (S/C) dilakukan setelah induk sapi pasca inseminasi terakhir dinyatakan positif mengalami kebuntingan berdasarkan pemeriksaan kebuntingan secara palpasi rektal pada 40-60 hari pasca inseminasi.

Tahapan pengamatan service per conception (S/C) adalah:

  • Melakukan pencatatan terhadap tanggal pelaksanaan inseminasi.
  • Melakukan pengamatan estrus pada lebih dari 18 hari pasca inseminasi terakhir.
  • Bila tidak terjadi estrus maka 40-60 hari pasca inseminasi terakhir dilakukan pemeriksaan kebuntingan dengan cara palpasi rektal.
  • Bila induk sapi dinyatakan positif bunting maka akan dilakukan perhitungan Service per Conception (S/C) dengan menghitung berapa kali di IB hingga induk sapi bunting.

3.4.3.7.4. Conception Rate (CR)

Pengamatan conception rate (CR) dilakukan terhadap sekelompok induk sapi berdasarkan paritas induknya.

Tahapan pengamatan conception rate (CR) adalah:

  • Melakukan pencatatan terhadap induk sapi yang bunting dari inseminasi pertama.
  • Melakukan perhitungan terhadap conception rate pada setiap paritas induk dengan cara menjumlahkan induk sapi yang bunting dari hasil inseminasi pertama pasca partus kemudian membagi bilangan tersebut dengan 30 yang merupakan jumlah semua induk yang diinseminasi.

3.4.3.8. Analisis Glukosa dan Nitrogen Urea Darah

3.4.3.8.1. Analisis Glukosa Darah

Pengukuran glukosa darah dilakukan pada minggu ke-3 pasca partus. Hal ini didasarkan pada berakhirnya masa keseimbangan energi negatif. Setelah minggu ke-5 kadar glukosa akan relatif stabil. Tahapan analisis glukosa darah meliputi kegiatan lapangan dan laboratorium.

Tahapan kegiatan lapangan meliputi:

  • Menyiapkan induk sapi yang sudah 3 minggu pasca partus.
  • Menyiapkan peralatan untuk koleksi darah berupa tabung venojeck 3 ml (warna putih) yang berisi NaF (Natrium Flourida). NaF merupakan anti koagulan yang berfungsi mencegah pembekuan darah (Gambar 6).


Gambar 7. Tabung Venoject

  • Menentukan waktu pengambilan sampel darah yaitu 4-6 jam pasca pemberian pakan. Hal ini didasarkan bahwa rentang waktu 4-6 jam, glukosa darah sudah dipengaruhi oleh faktor pemberian pakan (Butler, 1998).
  • Mengambil sampel darah melalui vena coccygea pada bagian pangkal ekor, kemudian tabung yang sudah berisi darah diputar-putar dengan menggunakan tangan agar darah dan Natrium Flourida dapat bercampur merata (Gambar 7).


Gambar 8. Teknik Pengambilan Sampel Darah melalui Vena Coccygea.

  • Menyiapkan sampel darah untuk segera dibawa ke Laboratorium Klinik untuk dilakukan analisis glukosa.

Tahapan kegiatan Laboratorium meliputi:

  • Melakukan centrifuge sampel darah untuk memisahkan antara plasma dan butiran darah.
  • Memasukkan sampel plasma darah ke dalam tabung sampel dengan menggunakan pipet 250 µl.
  • Meletakkan tabung sampel pada rak sampel yang terdapat pada alat Hitachi 911 dan selanjutnya alat tersebut akan bekerja secara otomatis sehingga proses pencampuran reagen dan analisis glukosa akan terekam melalui komputer.
  • Hasil analisis glukosa darah akan disesuaikan dengan standard normal glukosa darah sapi yaitu 35-55 mg/dL (Panicke, dkk., 2002).

Prinsip analisis glukosa darah adalah:

Glukosa (sampel) + ATP G – 6 – P + ADP

Heksokinase mengkatalisa reaksi phophorilasi dari glukosa dalam sampel membentuk

Glukosa -6 – phosphat dengan bantuan ATP.


+ G-6-PDH +

G-6-P + NADP glukonat-6-P + NADPH + H

Glukosa-6-phosphat dehydrogenase mengoksidasi glukosa-6-phosphat dengan adanya

NADP membentuk glukonat-6-phosphat.


3.4.3.8.2. Analisis Nitrogen Urea Darah

Pengukuran nitrogen urea darah dilakukan sesaat setelah inseminasi atau keesokan hari. Tahapan Laboratorium analisis nitrogen urea darah adalah:

  • Melakukan pengenceran darah dengan cara mencampur satu bagian sampel dengan dua bagian pengencer (NaCl 0,9% atau aquabidest).
  • Melakukan centrifuge sampel darah untuk memisahkan antara serum dan butiran darah.
  • Memasukkan sampel butiran darah ke dalam tabung sampel dengan menggunakan pipet 250 µl.
  • Meletakkan tabung sampel pada rak sampel yang terdapat pada alat Hitachi 917 dan selanjutnya alat tersebut bekerja secara otomatis sehingga proses pencampuran reagen dan analisis nitrogen urea terekam melalui komputer.
  • Hasil analisis nitrogen urea darah disesuaikan dengan standard normal nitrogen urea darah sapi yaitu 19 mg/dL (Butler, 1998).

Prinsip Analisis Nitrogen Urea Darah adalah:


Urea + H2O Urease 2NH4 + CO2


3.4.3.9. Skor Kondisi Tubuh

Skor kondisi tubuh (body condition score) adalah suatu keadaan yang menggambarkan kondisi tubuh induk sapi perah dari luar. Pengamatan kondisi tubuh dilakukan sebulan sekali dari sejak partus hingga induk dinyatakan positif bunting dengan teknik skor kondisi tubuh dan menggunakan kriteria Pennington (1994) (Gambar 8). Proses perabaan terhadap timbunan lemak dilakukan secara acak untuk setiap skor kondisi tubuh.

Melakukan penilaian skor kondisi tubuh berdasarkan bagian-bagian tubuh


Skor Kondisi Tubuh: 1 (Sangat Kurus)

Terdapat ruang yang dalam pada daerah pangkal ekor. Tulang rusuk dan tulang belakang (vertebrae) meruncing dan mudah teraba. Tidak terdapat timbunan lemak pada daerah pinggul, pantat dan ikatan sendi (sacral ligament).



Skor Kondisi Tubuh : 2 (Kurus)

Pada sekitar pangkal ekor terdapat ruang yang dangkal dan sedikit lapisan timbunan lemak pada daerah pantat. Permukaan tulang rusuk dan tulang belakang (vertebrae) dapat dirasakan apabila dilakukan penekanan. Daerah pinggul dan tuber coxae nampak legok.



Skor Kondisi Tubuh : 3 (Sedang)

Sekitar pangkal ekor tidak terdapat rongga. Timbunan lemak dapat teraba dengan mudah pada bagian sekitar pangkal ekor, tuber coxae dan pantat. Lapisan tebal jaringan menutup bagian tulang rusuk dan tulang belakang (vertebrae). Daerah pinggul agak sedikit legok.



Skor Kondisi Tubuh : 4 (Gemuk)

Daerah pangkal ekor, pantat dan tuber coxae terdapat timbunan lemak. Daerah pinggul tidak terdapat terdapat legokan. Lapisan tebal jaringan menutup bagian tulang rusuk dan tulang belakang (vertebrae)



Skor Kondisi Tubuh : 5 (Obesitas)

Pangkal ekor tersembunyi di dalam lapisan lemak. Tulang rusuk, tuber coxae, pinggul dan tulang belakang (vertebrae) tidak nampak jelas karena tertutup oleh lapisan lemak bawah kulit.

Gambar 8. Penilaian Skor Kondisi Tubuh

(Sumber: Pennington, 1994)


3.4.3.10. Bobot Tubuh

Pengamatan bobot tubuh dilakukan sebulan sekali dari mulai partus hingga dinyatakan positif bunting kembali melalui pengukuran lingkar dada dengan menggunakan pita ukur.

Tahapan pengamatan bobot badan meliputi:

  • Mengatur induk dalam kondisi posisi berdiri yang stabil.
Melakukan pengukuran lingkar dada dengan menggunakan pita ukur khusus sapi perah buatan Nasco Wisconsin USA (Gambar 9).


Gambar 9. Teknik Melakukan Pengukuran Lingkar Dada dengan Menggunakan Pita Ukur
(
Sumber: Santosa, 2006)

  • Melakukan pencatatan bobot badan berdasarkan pengukuran lingkar dada tetapi terlebih dulu dilakukan konversi (1 inchi = 2,5 cm) dan (1 pound = 0,454 kg). Jadi hasil pengukuran lingkar dada langsung terdeteksi bobot badan induk sapi tersebut. (Gambar 10). Sebagai contoh dalam Gambar 10 yaitu angka-angka yang tertera pada bagian kiri (81, 82 ........86) dan bagian kanan (47, 48 .........52) merupakan angka yang menunjukkan lingkar dada (inchi), sedangkan angka-angka pada bagian tengah (947, 967, 987, dst) menunjukkan bobot badan (pound) sapi perah tersebut. Angka yang menunjukkan lingkar dada di satu sisi pita ukur akan melekat angka bobot badan di sisi yang lain. Apabila hasil pengukuran lingkar dada (inchi) menunjukkan angka 72 berarti induk sapi tersebut akan memiliki bobot tubuh (pound) 1069 atau setara dengan lingkar dada 180 cm dengan bobot badan 485,32 kg.

Gambar 10. Pita Ukur Sapi Perah

3.4.3.11. Produksi Susu

Pengamatan produksi susu (pagi dan sore) dilakukan seminggu sekali setelah berakhirnya kolostrum hingga induk sapi perah dinyatakan positif bunting.

Tahapan pengamatan produksi susu adalah:

  • Melakukan pencatatan tanggal induk sapi tersebut melahirkan..
  • Melakukan pencatatan jumlah produksi susu (liter) pagi dan sore seminggu sekali hingga induk sapi perah dinyatakan positif bunting.

3.4.4. Peubah Respons

Peubah respons yang diamati adalah sebagai berikut:

  1. Pengeluaran plasenta (jam) yaitu waktu dari sejak partus hingga keluarnya plasenta.
  2. Pengeluaran lochia (hari) yaitu waktu dari sejak partus hingga pengeluaran lochia berakhir.
  3. Estrus pertama pasca partus (hari) yaitu kecepatan timbulnya estrus pertama pasca partus yang dihitung sejak partus hingga terjadinya penampakan gejala estrus.
  4. Involusi uteri (hari) yaitu masa pemulihan uterus hingga mencapai ukuran dan fungsi normal sebelum kebuntingan, yang ditandai konsistensi uterus yang lebih lunak, elastis dan lebih padat; karunkula sudah mengecil dan tangkai karunkula pendek; volume kornua kanan dan kiri relatif sama besar serta tidak terdapat cairan yang bersifat patologis.
  5. Estrus kedua pasca partus (hari) yaitu kecepatan timbulnya estrus kedua pasca partus dan diikuti inseminasi pertama terhadap induk sapi perah yang mengalami estrus tersebut yang dihitung sejak partus hingga terjadinya penampakan gejala estrus.
  6. Intensitas estrus yaitu tingkatan gejala estrus yang muncul pada setiap individu induk sapi perah, baik melalui tingkah laku maupun perubahan fisiologis organ reproduksi luar.
  7. Service per Conception (S/C) yaitu banyaknya jumlah straw semen beku yang dihabiskan hingga induk sapi perah memperoleh kebuntingan.
  8. Conception Rate (CR) (%) yaitu jumlah induk sapi perah yang bunting dari sejumlah induk sapi perah yang diinseminasi pertama pasca partus.
  9. Glukosa darah (mg/dL) yaitu melakukan analisis kandungan glukosa dalam darah induk sapi perah pada 3 minggu pasca partus.
  10. Nitrogen urea darah (mg/dL) yaitu analisis kandungan nitrogen urea dalam darah induk sapi perah pasca partus pada setiap pelaksanaan inseminasi.
  11. Skor kondisi tubuh (body condition score) yaitu skor yang dilakukan setiap bulan terhadap induk sapi perah pasca partus hingga induk tersebut dinyatakan positif bunting dengan mengamati bagian tubuh tertentu (Gambar 8) kemudian menilai skor kondisi tubuh (1 = sangat kurus; 2 = kurus; 3 = sedang; 4 = gemuk; 5 = sangat gemuk/obesitas).

12. Bobot tubuh (kg) yaitu pengukuran bobot tubuh yang dilakukan setiap bulan terhadap induk sapi perah sejak partus hingga dinyatakan positif bunting dengan menggunakan pita ukur khusus sapi perah buatan Nasco Wisconsin USA.

13. Produksi susu (liter) yaitu pengukuran produksi susu harian yang dilakukan seminggu sekali terhadap induk sapi perah sejak berakhirnya kolostrum hingga dinyatakan positif bunting.

3.4.5. Rancangan Percobaan dan Analisis Statistika

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Klasifikasi Satu Arah (one way classification). Dalam penelitian ini diamati 90 ekor induk sapi perah pasca partus yang terdiri dari 30 ekor induk paritas kesatu, 30 ekor induk paritas kedua dan 30 ekor induk paritas ketiga. Selanjutnya dikaji pengaruh paritas induk (I, II dan III) terhadap performan reproduksi (pengeluaran plasenta, pengeluaran lochia, glukosa darah, estrus pertama pasca partus, involusi uteri, intensitas estrus, estrus kedua pasca partus, nitrogen urea darah, skor kondisi tubuh, bobot tubuh dan produksi susu). Penentuan formulasi masa kosong (days open) antar paritas induk ditentukan berdasarkan performan reproduksi yang menunjukkan signifikansi (pengeluaran lochia, glukosa darah, estrus kedua pasca partus, skor kondisi tubuh, bobot tubuh dan produksi susu).

Data pengamatan yang meliputi pengeluaran plasenta, pengeluaran lochia, estrus pertama pasca partus, involusi uteri, estrus kedua pasca partus, glukosa darah, nitrogen urea darah, bobot tubuh dan produksi susu dianalisis dengan menggunakan General Linear Model (GLM) procedure Statistical Analysis System (SAS). Melalui prosedur tersebut juga dilakukan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) untuk mengetahui tingkat siginifikansi performan reproduksi dan formulasi masa kosong (days open) antar paritas induk (Mattjik dan Sumertajaya, 2002; Hojsgaard & Jorgensen, 2006).

Adapun model linier klasifikasi satu arah sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya, 2002):
Yij = µ +
t i + ε ij dengan: Yij = performan reproduksi
(pengeluaran plasenta, pengeluaran lochia, glukosa darah, estrus pertama pasca partus, involusi uteri, estrus kedua pasca partus, nitrogen urea darah, bobot tubuh dan produksi susu).
i = paritas induk I, II dan III
j = jumlah induk sapi perah sebanyak 30 ekor untuk setiap paritas induk.
µ = rataan umum
t i = pengaruh paritas induk
ε
ij = pengaruh acak (galat)
Sedangkan untuk formulasi masa kosong (days open) adalah:
Yij = masa kosong (days open)
(pengeluaran lochia, glukosa darah, estrus kedua pasca partus, bobot tubuh, produksi susu).
i = paritas induk I, II dan III
j = jumlah induk sapi perah sebanyak 30 ekor untuk setiap paritas induk
µ = rataan umum
t i = pengaruh paritas induk
ε
ij = pengaruh acak (galat)

Prosedur Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) adalah sebagai berikut:

  1. Dihitung Sx=√KTG/r = (KTG/r)½; Sx = simpangan baku; r = ulangan
  2. Dihitung SSR melalui Tabel, yang didasarkan pada jarak perbedaan antara perlakuan (p) dengan derajat bebas (db) galat.
  3. Dihitung LSR=Sx X SSR.
  4. Rataan respon diurutkan dari terkecil ke terbesar.
  5. Dihitung j = selisih antara rataan respon yang diperbandingkan.
  6. Kaidah keputusan:

Jika j <>0.05). Jika j > LSR, maka perbedaan di antara kedua rataan perlakuan adalah nyata (P<0.05).

Data pengamatan performan intensitas estrus dipersentasekan berdasarkan intensitas estrus II (++) dan III (+++) pada setiap paritas induk. Sedangkan skor kondisi tubuh dipersentasekan dari bulan I hingga bulan III pasca partus pada setiap paritas induk.

0 komentar: